Sabtu, 01 Oktober 2016

Nukleus

 NUKLEUS

A.      Pendahuluan
Sel merupakan unit terkecil dalam organisme hidup baik dalam dunia tumbuhan maupun hewan. Sel umumnya memiliki bagian-bagian yang memiliki fungsi tersendiri namun saling berhubungan. Adapun bagian-bagian tersebut adalah : Membran sel, sitoplasma, inti sel, retikulum endoplasma, ribosom, badan golgi, mitokondria, plastida, vakuola dan sitoskeleton sel.
Dari beberapa bagian tersebut, terdapat organel yang berperan penting dalam sel, yaitu inti sel atau yang biasa kita sebut nukleus. Nukleus merupakan organel terbesar di dalam sel dan mempunyai fungsi sebagai manajer sel atau yang mengatur sel Sejarah penemuan nukleus dimulai dari Robert Brown ( 1733-1858 ) yang pada tahun 1820 merancang lensa yang lebih fokus untuk mengamati sel. Titik buram yang selalu dia dapatkan pada saat mengamati sel telur, sel polen dan sel dari jaringan anggrek yang sedang tumbuh kemudian dinamakan Nukleus (Kusmiati, 2009).
Petama kali di kemukakan oleh Brown di tahun 1831, inti sel merupakan bagian yang
paling diketahui namun paling terakhir dinyatakan sebagai organel sel. Struktur dan fungsi dari nukleus ini membuat perdebatan yang hebat. Inti sel bisa dikatakan sebagai organel sel dikarenakan memiliki nukleoskeleton sendiri dan berbeda dari yang lain. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa itu hanyalah struktur yang ”kusut”, dimana bukan merupakan organel melainkan hasil dari transkipsi, replikasi dan aktivitas dari RNA. Namun, sesuai dengan perkembangan ilmu biologi maka perdebatan tersebut dapat diselesaikan dan inti sel merupakan salah satu organel sel (Kusmiati, 2009).
Fungsi utama nukleus adalah untuk menjaga integritas gen-gen tersebut dan mengontrol aktivitas sel dengan mengelola ekspresi gen. Selain itu, nukleus juga berfungsi untuk mengorganisasikan gen saat terjadi pembelahan sel, memproduksi mRNA untuk mengkodekan protein, sebagai tempat sintesis ribosom, tempat terjadinya replikasi dan transkripsi dari DNA, serta mengatur kapan dan di mana ekspresi gen harus dimulai, dijalankan, dan diakhiri
Inti sel sebagai pusat pengendali aktifitas sel ini memiliki struktur yang sangat kompleks dengan fungsi masing-masing. Struktur ini dimulai dari selubung terluar hingga anak inti di bagian dalam dan beberapa struktur di sekelilingnya. Oleh sebab itu pengkajian mengenai nukleus ini perlu dilakukan secara lebih mendalam agar cara kerja sel dapat diketahui secara pasti
.
B.       Nukleus
Nukleus mengandung sebagian besar gen yang mengontrol sel eukariot (Sebagian gen terletak di dalam mitokondria dan kloroplas). Nukleus merupakan organel yang paling mencolok dalam sel eukariotik. Rata-rata berdiameter 5 um. Selubung nukleus melingkupi nukleus yang memisahkan isinya dari sitoplasma (Adnan, 2011).
Di dalam nukleus atau inti, DNA diorganisasikan bersama dengan protein menjadi materi yang disebut kromatin. Pada siklus sel dikenal ada dua fase yaitu fase interfase dan fase mitosis. Selama mitosis kromosom-koromosom pada inti sel eukariota berkondensasi sehingga tampak dengan sangat jelas bila dilihat dengan mikroskop cahaya, sedangkan selama interfase kromatin tidak tampak secara jelas. Selama interfase pada inti, dikenal ada dua tipe kromatin yaitu eukromatin dan heterokromatin. Eukromatin adalah kromatin yang memanjang atau kromatin yang tersebar, sedangkan heterokromatin adalah kromatin terkondensasi yang biasanya terdapat di dekat salut inti, menyebar di dalam inti atau mengelilingi nukleus.


Gambar 1.1 Struktur Umum Inti (Sheeler dan Bianchii dalam Adnan, 2011)

Kromatin terkondensasi dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu (i) Kromatin perinukleus, yaitu kromosom yang terdapat disekeliling nukleus (ii) kromatin intranukleus, yaitu kromosom terkondensasi yang terdapat di dalam nukleus dan (iii) kromatin nukleus yaitu gabungan antara kromatin perinuleus dengan intra nukleus.
Heterokromatin juga dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu heterokromatin konstitutif dan heterokromatin fakultatif. Heterokromatin konstitutif yaitu heterokromatin dimana DNAnya tidak aktif, dan tetap dalam keadaan terkondensasi, sedangkan heterokromatin fakultatif adalah heterokromatin yang tidakl mengalami kondensasi secara terus menerus, melainkan secara periodik dan selama waktu-waktu tertentu aktif melakukan transkripsi.

C.      Selubung Inti
Selubung inti terdiri atas membran ganda yaitu membran dalam dan membran luar. Membran luar kadangkadang bersinambungan dengan membran reticulum endoplasma. Di antara kedua membran terdapat ruang yang disebut ruang perinukleus. Pada daerah-daerah tertentu membran, membran luar dan membran dalam bersatu membentuk pori. Pori-pori ini bersama-sama dengan protein tertentu membentuk kompleks pori. Kompleks pori melapisi setiap pori dan mengatur keluar masuknya makromolekul dan partikel besar tertentu. Kecuali di pori, sisi dalam selubung inidilapisi oleh lamina nukleus. Susunannya mirip jaring yang terdiri atas filamen protein yang mempertahankan bentuk inti. Selain itu terdapat matriks inti, yaitu suatu kerangkan serat yang membentang di seluruh bagian dalam nukleus..

 
Gambar 1.2. Ultrastruktur inti (Sheeler dan Bianchii dalam Adnan, 2011)

D.      Penampang Melintang Selubung Inti
Membran luar selubung inti meruakan struktur yang dinamis, dimana pada tempat-tempat tertentu berfusi dengan retikulum endoplasma. Pada membran luar selubung inti juga dapat dijumpai partikel-partikel ribosom. Membran luar dan membran dalam mempunyai perlekatan dengan bagian dalam sel. Pada sel-sel tertentu terdapat filamen-filamen dengan tebal 10nm yang memanjang dari permukaan sebelah luar selubung inti ke dalam sitosol, kadang-kadang ujungnya berhubungan dengan organel-organel lain atau membran plasma. Permukaan. dalam selubung inti juga dilapisi dengan filamen-filamen dan struktur serabut. Beberapa filamen dan serabut dapat memanjang hingga ke bagian dalam inti, dan yang lain dapat melekat ke bahan kromatin. Dengan demikian nukleus bukan merupakan elemen yang mengapung bebas di dalam sel, melainkan posisinya ditahan oleh filamen-filamen yang memanjang dari permukaannya ke seluruh bagian dalam sel.
Struktur selinder bukan membran yang mengelilingi bagian dalam pori disebut annulus. Di dalamnya terdapat satu granula pusat. Pada beberapa preparat terlihat adanya serabutserabut keluar dari granula pusat dan bahan annulus tegak lurus dengan bidang selubung inti. Selain struktur tersebut, terdapat pula bahan amorf yang membentuk suatu diafragma.
E.       Kompleks Pori Inti
Pori inti terdapat pada semua sel eukariotik, baik tumbuhan maupun hewan. Pori dibentuk dari hasil fusi melengkung membran dalam dan membran luar. Bersama dengan struktur-struktur yang bukan membran membentuk kompleks pori. Diameter pori berkisar 80 nm. Jumlah pori bervariasi, tergantung pada tipe dan keadaan fisiologis sel. Terdapat hubungan antara kerapatan pori dengan kemampuan selubung inti mengangkut RNA dari inti. Kerapatan pori rendah pada sel yang aktivitas metabolismenya rendah atau selama fase daur sel yang tidak aktif. Kerapatan pori pada sel darah merah dan limfosit. Sel-sel yang aktif berproliferasi berkisar 7-12 pori/um2. Sel-sel yang terdiferensiasi tetapi sangat aktif berkisar 15-20 um2, misalnya sel-sel hati, ginjal dan otak. Sel-sel terspesialisasi seperti sel-sel kelenjar ludah mendekati 40 pori/um2. Jumlah pori per inti bervariasi dengan rentang antara 100 – 5 x 107. Pada sel somatic, penyebaran pori pada permukaan selubung inti tidak selalu acak, terkadang menyerupai barisan, berkelompok hingga heksagonal.

 
Gambar 1.3. Skema kompleks pori inti (Thrpe dalam Adnan, 2011)

F.       Korteks Inti
Korteks adalah matriks serabut dengan tebal berkisar 300 nm, tersusun dalam gelungan menyerupai corong yang menyempit ke arah membran inti sebelah dalam. Rasio pori dengan corong tidak sama dengan satu. Paling tidak ada tiga model hubungan antara corong dan pori, yaitu:
1.        Corong mempunyai saluran ke beberapa pori
2.        Tidak terdapat perlekatan langsung antara saluran dan pori
3.        Satu corong melekat pada satu pori tertentu dan setelah beberapa waktu melekat kembali ke satu pori lain

 
Gambar. 1.4 Model Hubungan Antara Corong dan Pori (Thorpe dalam Adnan, 2011)

G.      Biokimia Selubung Inti
Selubung inti yang diisolasi mengandung protein, fosfolipida, RNA dan DNA. Adanya DNA dan RNA mungkin disebabkan oleh kontaminasi karena membran inti berasosiasi erat dengan bahan kromatin. Sebagian besar preparat selubung inti mengandung kirakira 20 protein yang berbeda-beda. BM berkisar 16.000 – 160.000 dalton. Konsentrasi lipida selubung inti relatif hamper sama dengan yang terdapat di dalam retikulum endoplasma. Misalnya selubung inti dalam beberapa sistem mengandung konsentrasi asam lemak jenuh lebih rendah, yaitu lesitin dan fosfatidilkolin, tetapi tingkat kolesterol dan trigliserida lebih tinggi dibandingkan dengan mikrosom. Hal ini menunjukkan bahwa selubung inti lebih stabil dari pada membran reticulum endoplasma. Selubung inti mengandung enzim glukosa-6-fosfatase, yaitu enzim maker retikulum endoplasma. Enzim ini terdapat pada membran luar selubung inti. Selain itu juga mengandung NADH, sitokrom c reduktase, NADH sitokrom b5 reduktase dan NADPH- sitokrom c reduktase. Selain itu juga terdapat enzim sitokrom P 450 yang khas untuk retikulum endoplasma dan berperan sebagai penerima electron dari NADPH- sitokrom c reduktase.

Beberapa cara yang melibatkan selubung inti dalam pengangkutan, yaitu:
1.        Kompleks pori dengan ciri menyerupai saluran merupakan satu cara angkutan langsung dari nukleoplasma ke sitoplasma atau sebaliknya.
2.         Angkutan melintasi membran dalam, baik langsung atau secara pinositosis. Bahan akan diangkut ke ruang perinukleus ke sisterna retikulum endoplasma, dan dari ruang perinukleus ke sisterna retikulum endoplasma atau bahkan ke luar sel. Dengan cara ini nukleoplasma mempunyai hubungan langsung dengan lingkungan luar sel dan juga sebaliknya.
3.        Pinositosis membran luar selubung inti atau seluruh selubung inti dapat membawa atau mengangkut vesikula ke dalam sitoplasma

 
Gambar 1.5 Ringkasan cara transpor melintasi membran inti (Thorpe dalam Adnan, 2011)

Selubung inti merupakan satu rintangan fisik dalam sel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air, ion-ion dan molekulmolekul kecil seperti gliserol dan sukrosa melintasi selubung inti dengan cepat sehingga laju gerakannya tidak dapat diukur. Molekul-molekul seperti nukleosida fosfat, pemebntuk asam nukleat dan subtrat-subtrat yang diperlukan untuk jalur metabolisme di dalam inti bebas untuk melalui selubung inti.
Berbagai jenis protein harus masuk ke dalam inti untuk melaksanakan fungsi sebagai enzim dalam biosintesis dan untuk berperan sebagai zat struktural dan zat pengatur. Sebagian besar protein tersebut mempunyai BM berkisar antara 20.000 - 90.000 dalton. Selubung inti mulai membtasi gerakan-gerakan partikel dengan diameter > 9 nm. Berbagai hasil proses di dalam inti akan dikeluarkan dari dalam inti, misalnya berbagai  macam RNA dan partikel-partikel ribonukleoprotein yang merupakan prazat bagi RNA dan ribosom.
H.      Kromosom
Baik organisme eukariota, maupun prokariota, di dalam selnya terkandung kromosom. Pada organisme eukariota, kromosom terdapat di dalam inti sel (nukleus), sedangkan pada organisme prokariota kromosomnya terdapat di dalam sitoplasma atau badan khusus yang disebut nukleoid. Kromosom berasal dari bahasa latin yaitu chroma yang berarti berwarna dan soma yang berarti tubuh.
T. Boveri dalam Adnan (2011) mengemukakan bahwa kromosom merupakan pembawa sifat keturunan. Pernyataan tersebut dikenal dengan teori kromosom. Sel kelamin atau gamet mengandung separuh dari jumlah kromosom yang terdapat di dalam sel somatis, sebab itu disebut haploid (n kromosom). Satu set kromosom haploid dinamakan genom. Pada hewan dan tumbuhan tinggi, sel-sel somatisnya adalah diploid (2 n kromosom), mengandung 2 set kromosom. Pada organisme yang bereproduksi secara seksual, satu set kromosom diturunkan dari maternal (maternal set) dan satu set yang lain diturunkan dari paternal (paternal set). Kromosom dalam keadaan diploid terdapat berpasangan, dimana setiap pasang terdiri dari satu kromosom yang diturunkan secara maternal dan satu kromosom yang diturunkan secara paternal. Kromosom-kromosom tersebut mempunyai bentuk, besar dan komposisi yang sama. Sepasang kromosom tersebut dinamakan kromosom homolog.
Jumlah kromosom pada setiap species adalah konstan, akan tetapi jumlah kromosom pada setiap inti sel bervariasi antara satu species dengan species lainnya. Ascaris megalocephalus merupakan makhluk dengan jumlah kromosom paling sedikit, yaitu ada dua kromosom di dalam sel somatisnya.
Ukuran kromosom bervariasi antara satu species dengan species lainnya. Dengan mikroskop elektron dapat diketahui bahwa kromosom hewan lebih kecil dibandingkan kromosom tumbuhan. Panjang kromosom berkisar 0,2 u -50 u dengan diameter antara 0,2-20u. Kromosom manusia mempunyai panjang 6 u. Pada umumnya makhluk dengan jumlah kromosom sedikit memiliki kromosom dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan makhluk dengan jumlah kromosom lebih banyak.
Bentuk kromosom sangat mudah tanpak pada setiap fase pembelahan inti (mitosis). Setiap kromosom dalam genom dapat dibedakan bentuknya antara satu dengan yang lain dengan beberapa kriteria meliputi: (i) panjang kromosom, (ii) posisi sentromer (iii) adanya satelit. Berdasarkan perbedaan posisi sentromer, kromosom dibedakan atas 4 tipe yaitu (i) metasentrik, jika sentromernya terletak pada bagian median (ii) submetasentrik, jika sentromer terletak pada bagian submedian (iii) akrosentrik, jika sentromer terletak di dekat salah satu lengan kromosom, satu lengan kromosom sangat pendek, sedangkan lengan yang lainnya sangat panjang (iv) telosentrik, jika sentromer terletak pada salah satu ujung kromosom, dan tampak hanya memiliki satu lengan saja.
Secara umum dikenal ada dua tipe kromosom yaitu kromosom autosom (kromosom tubuh) dan kromosom seks (kromosom kelamin). Umumnya makhluk hidup memiliki sepasang kromosom kelamin dan sisanya merupakan kromosom autosom. Pada manusia terdapat 46 jumlah kromosom, terdiri atas 44 kromosom autosom dan 2 kromosom kelami atau 22 pasang kromosm autosom dan sepasang kromosom kelamin.
Di dalam inti sel eukariota, terdapat genom yang merupakan suatu kompleks nukleoprotein yang dikenal sebagai kromatin. Kromatin dalam bentuk terkondensasi disebut
kromosom yang strukturnya tampak jelas selama mitosis. Selama interfase, kromosom berada dalam bentuk kromatin. Benang-benang kromatin mengandung dua jenis protein utama yaitu protein histon dan protein non histon.
Dikenal ada 5 macam perotein histon yang dijumpai dalam benang kromatin yaitu H1, H2A, H2B, H3 dan H4 dengan rasio kurang lebih 1H1:2H2A:2H2B:2H3:2H4. Protein histon berperan dalam memelihara integritas struktur dan fungsi kromosom. Kurang lebih 50% protein non histon merupakan protein struktural dan 50% merupakan protein enzim. Protein struktural berperan dalam kondensasi dan pergerakan kromosom selama mitosis dan miosis. Contoh protein struktural adalah protein mikrofilamen berupa aktin dan protein mikrotubul berupa alfa tubulin, beta tubulin dan miosin. Protein enzim berperan sebagai enzim serta faktor-faktor yang terlibat selama replikasi, transkripsi dan pengaturan transkripsi misalnya RNA polimerase, serin protease, dan asetil transferase
I.         Nukleolus
Nukleulus terdapat di tempat yang khas pada kromosom tertentu, yaitu daerah konstriksi sekunder atau daerah pengorganisasian nukleulus ( Nucleolus Organizer Regions= NORs). Jumlah nucleoli di dalam inti bergantung pada jumlah kromosom yang mengandung daerah NORs. Nukleulun dapat dibedakan atas:
1.        Zona granula atau komponen granular, mengandung parikel granula dengan diameter 15 nm dan merupakan partikel prekuersor ribosom yang sudah matang.
2.        Zona fibriller atau komponen fibriller, mengelilingi komponen granuler, terdiri atas fibril-fibril dengan diameter 5 nm, yaitu serabut ribonukleoproteinhalus yang merupakan transkrip RNA. Komponen granuler dan fibriller terdapat dalam matriks yang amorf.
3.        Kromatin yang berasosiasi dengan nukleulus, berupa fibril-fibril kromatin yang mengelilingi nukleulur (Kromatin perinukleus) dan menembus nukleulus (kromatin intranukleulus)
Nukleulus merupakan tempat pembentukan dan akumulasi prekuersor ribosom (r-RNA dan protein ribosom) sebelum diangkut ke sitosol. Ada tiga peristiwa yang merupakan ciri fungsi nukleulus, yaitu:
1.        Transkripsi gen-gen yang mengkode RNA ribosom
2.        “Processing” (pengolahan, pemrosesan) molekul pre ribosom
3.        Perakitan subunit-subunit ribosom.

J.        Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan tentang nucleus adalah sebagai berikut
1.      Nukleus mengandung sebagian besar gen yang mengontrol sel eukariot
  1. Inti dapat dibedakan menjadi empat daerah inti yang berbeda, yaitu (i) selubung inti atau nuclear envelope, (ii) anak inti atau nukleulus, (iii) heterokromatin, yaitu kromosom terkondensasi yang biasanya terdapat dekat selubung inti, tersebar di dalam inti atau mengelilingi nukleulus, dan (iv) daerah bergranula dan berfibril dengan komponen utama eukromatin, yaitu kromatin memanjang atau tersebar.
3.      Selubung inti terdiri atas membran ganda yaitu membran dalam dan membran luar. Membran luar kadangkadang bersinambungan dengan membran reticulum endoplasma
4.      Nukleulus terdapat di tempat yang khas pada kromosom tertentu, yaitu daerah konstriksi sekunder atau daerah pengorganisasian nukleulus ( Nucleolus Organizer Regions= NORs)
5.      Nukleulus merupakan tempat pembentukan dan akumulasi prekuersor ribosom (r-RNA dan protein ribosom) sebelum diangkut ke sitosol
6.      kromosom merupakan pembawa sifat keturunan
7.      Jumlah kromosom pada setiap species adalah konstan, akan tetapi jumlah kromosom pada setiap inti sel bervariasi antara satu species dengan species lainnya
8.      Ada dua tipe kromosom yaitu kromosom autosom (kromosom tubuh) dan kromosom seks (kromosom kelamin)
9.      Ada 5 macam perotein histon yang dijumpai dalam benang kromatin yaitu H1, H2A, H2B, H3 dan H4 dengan rasio kurang lebih 1H1:2H2A:2H2B:2H3:2H4. Protein histon berperan dalam memelihara integritas struktur dan fungsi kromosom



DAFTAR REFERENSI
Adnan. 2011. Biologi Sel.. Makassar: Universitas Negeri Surakarta.
Kusmiati, Eviy dkk. 2009. Nukleus Pengendali Sel.  Pontianak; Universitas Tanjungpura

Hewan dan Lingkungannya



 HEWAN DAN LINGKUNGANNYA

 
A.      PENDAHULUAN
Dalam lingkungan biosfer organisasi mahluk hidup yang jumlahnya diperkirakan mencapai 10 juta jenis diantaranya mahluk hidup tersebut terdapat organisme yang termasuk dalam “Kingdom Animalia” yang disebut hewan (Jones dalam Ernawati, 2008) Hewan merupakan organisme multiseluler  yang cenderung tidak berdinding  sel, mempunyai sistem  syaraf kompleks, bersifat heterotrof dan hampir sebagian besar dapat bergerak (mobil).
Kelompok hewan terbagi dalam berbagai kelompok taksa, yang terdiri dari Filum (phylum), mulai dari Porifera yang paling sederhana seperti Spongia sp. Hingga filum Chordata sebagai kelompok hewan yang paling kompleks dan paling tinggi kedudukannya secara taksonomi, diantaranya adalah Tunicata spp (avertebrata) dan berbagai hewan vertebrata seperti ikan, amfibi, reptil, burung dan mamalia.
Hewan memiliki kemampuan merespon berbagai macam rangsangan dari lingkungannya, baik abiotik atau lingkungan biotik yang ditanggapi oleh seperangkat alat tubuh seperti organ saraf yang dapat mendeteksi berbagai perubahan kondisi lingkungannya. Dalam hal ini sistem  saraf mengkordinasi informasi yang diterima oleh saraf sensoris yang dengan cepat dapat merespon rangsangan dari lingkungannya.
Keberadaan organisme di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika maupun kimia di lingkungan tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah suhu, kuat arus, pH dan juga bahan-bahan kimia. Semakin banyak bahan kimia yang mencemari lingkungan perairan, berarti semakin sedikit organisme yang toleran terhadap lingkungan tersebut sehingga keragaman spesies pada lingkungan tersebut akan menurun (Aprilia, 2013).
Kehidupan hewan tidak berdiri sendiri tetapi akan berinteraksi dengan mahluk hidup lain, faktor lingkungan fisika dan kimia, dan habitat atau tempat hidupnya. Beberapa perilaku hewan dalam mencari makan atau berpindah tempat karena musim seringkali merupakan petunjuk perilaku yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Suin dalam Ernawati (2008) interaksi antara hewan dengan faktor lingkungan dapat menentukan perilaku, kepadatan dan penyebaran hewan di alam.
Hewan dapat didefinisikan sebagai “sekelompok mahluk hidup multiseluler yang berevolusi dari organisme eukaryote yang memiliki nenek moyang protista” (Alters dalam Ernawati, 2008). Sebagai organisme heterotrof sel tubuh hewan selalu mengalami spesialisasi dan mempunyai bermacam-macam fungsi terutama untuk pembentukan struktur tubuh, metabolisme, menerima rangsang, pergerakan dan reproduksi.
Untuk berbagai tujuan dan kemudahan, Kingdom Animalia dibagi menjadi 2 kelompok yang besar yaitu Avertebrata dan Vertebrata. Kelompok hewan memiliki keragaman yang besar dan hidup atau menempati hampir disetiap habitat atau ekosistem di bumi, baik di daratan, perairan tawar, atau perairan laut (Solomon and Berg, Brum dkk, Starr dalam Ernawati, 2008).
Secara umum hewan memiliki karakteristik sebagai berikut.
1.        Semua hewan adalah organisme eukaryotik multiseluler yang tersusun dari sejumlah besar dan bermacam-macam sel yang telah terdeferensiasi dan membentuk organ spesifik serta memiliki fungsi tertentu.
2.        Hewan adalah organisme heterotrof yang memperoleh materi dan nutrisi dari organisme produsen dan konsumen, parasit atau organisme penghancur dan pengurai (terutama hewan kecil seperti serangga tanah, semut atau rayap) sebelum bakteri atau jamur menguraikannya lebih lanjut.
3.        Kebanyakan hewan dapat bergerak dan berpindah tempat pada suatu saat dalam daur hidupnya, sehingga dapat mempengaruhi pola sebaran atau distribusinya.
4.        Hewan adalah organisme diploid yang sebagian bersama (terutama vertebrata) memiliki reproduksi seksual yang akan berperan dalam interaksi antar jenis dalam suatu populasi hewan.
5.        Kebanyakan hewan mempunyai sistem  saraf dan organ sensoris yang dengan cepat mampu merespon dan berinteraksi dengan setiap rangsangan dari lingkungannya.
Dengan karakteristik tersebut hewan sebagai komponen penyusun komunitas biotic dalam suatu ekosistem mempunyai peran dan fungsi penting untuk habitat dan lingkungan serta mahluk hidup lainnya. Peranannya terutama selain sebagai konsumen seperti hewan herbivora, pemangsa dan parasit sebagai produsen (misalnya ikan dimakan burung pecuk) dan kadang-kadang dapat berperan juga sebagai hama penyakit yang dapat mengubah kondisi lingkungannya.
B.     HEWAN SEBAGAI ORGANISMEE HETEROTROF
Dalam suatu ekosistem terdapat dua cara mahluk hidup memperoleh energi untuk hidupnya. Yang pertama adalah mahluk hidup yang memperoleh energi dari matahari dari sumber materi anorganik melalui proses fotosintesis. Organisme yang memanfaatkan energi tersebut dikenal sebagai organisme autotrof dan yang kedua adalah organisme heterotrof yaitu mahluk hidup yang memperoleh energi dari mahluk lain yang menjadi sumber makanannya dan sebagai konsumen. Organisme heterotrof adalah “semua mahluk hidup yang memperoleh energi dari materi organik yang berasal dari mahluk hidup lain (tumbuhan, hewan dan mikrobiota) termasuk organisme saprofit dan organisme pembusuk dan pengurai yang memperoleh energi dari organisme yang telah mati dan mengalami dekomposisi” (Stiling, Smith  dalam Ernawati, 2008).
Semua organisme, baik yang masih hidup maupun yang telah mati merupakan sumber energi yang potensial dan sumber makanan untuk mahluk hidup lainnya. Berbagai cara untuk memperoleh energi dan sumber makanan dilakukan oleh hewan. Dengan berbagai cara pula hewan menyesuaikan diri dalam memperoleh makanan dan menangkap mangsa, memanfaatkan jenis-jenis makanan tertentu, serta dengan berbagai cara menghindarkan diri dari tangkapan hewan lainnya akan berlangsung dalam suatu jaring-jaring kehidupan, melalui bermacam-macam tipe rangkaian rantai makanan dan jarring-jaring makanan.
Contoh hal tersebut terdapat dalam suatu ekosistem halaman rumah atau kebun. Ulat larva kupu-kupu kenari (Cricula trifenestrata) yang terdapat di pohon adalah komponen konsumen primer yang memakan daun alpukat (Persea americana) sebagai produsen. Burung perenjak (Prinia familiaris) yang memakan ulat itu adalah konsumen sekunder apabila kucing rumah (Felis domestica) sebagai karnivora memangsa burung tersebut kucing akan berfungsi sebagai konsumen tersier. Pohon alpukat, ulat, burung dan kucing apabila mati oleh jamur dan bakteri pengurai yang berperan sebagai konsumen mikro kemudian akan diuraikan, dicerna dan sebagai sumber energi.
Di alam terdapat pula mikroba lain yang akan berperan memakan organisme pengurai tersebut. Demikianlah proses makan-memakan atau makan memangsa akan terus berlangsung dalam jaring-jaring kehidupan di halaman rumah atau kebun. Di situ terlibat bahwa dalam ekosistem tersebut selain daun alpukat sebagai produsen, ulat, burung perenjak, kucing, jamur dan bakteri, semuanya adalah komponen ekosistem yang berperan sebagai organisme heterotrof.
C.     MACAM-MACAM HEWAN HETEROTROF
Dalam kedudukannya sebagai organisme konsumen, hewan-hewan heterotrof sesuai dengan apa dan bagaimana memperoleh makanan dan jenis makanannya dapat dikelompokkan menjadi hewan herbivora, hewan karnivora, hewan pemangsa, hewan pembusuk dan pengurai.

1.        Hewan Herbivora
Hewan herbivora adalah “hewan yang memakan tumbuh-tumbuhan (sel atau jaringan tumbuhan, baik sebagian atau seluruhnya) sebagai sumber energi bagi kehidupannya dan mampu mengkonversi energi yang tersimpan dalam jaringan tumbuhan menjadi jaringan hewan”(Brewer, Smith, Crawley dalam Ernawati, 2008)
Hewan herbivora yang telah beradaptasi dan hidup dengan mengkonsumsi kadar selulosa yang tinggi dalam makanannya, tubuhnya telah dilengkapi alat pencernaan yang dapat mencerna jenis makanan seperti daun, kulit batang atau cabang, bunga, buah atau biji dan mempunyai gigi untuk memamah, lambung yang khusus pada hewan ruminansia, usus yang panjang, caecum yang telah berkembang dengan baik, dan memiliki usus yang dapat membantu mencerna selulosa.
            Hampir lima puluh persen insekta adalah mahluk herbivora. Organisme herbivora lainnya sangat bervariasi, mulai dari mamalia seperti tikus sawah dan gajah, burung pemakan biji, angsa, keong dan berbagai ulat di darat, penyu laut, duyung juga termasuk copepoda dan rotifer yang mengkonsumsi fitoplankton.
Hewan herbivora sebagai hewan makro konsumen primer dapat dibagi menjadi 2 golongan hewan yaitu:
a)        Hewan herbivora yang memakan secara langsung tumbuhan atau bagian tumbuhan, terutama dedaunan. Contohnya adalah hewan-hewan herbivora besar seperti gajah, kambing atau domba. Hewan herbivora kecil seperti belalang kelinci dan sebagainya.
b)        Hewan herbivora yang makanannya sebagian besar hasil atau bagian tumbuhan yang berfungsi dalam proses fotosintesis seperti biji, buah atau kacang-kacangan. Contohnya antara lain owa, burung rangkong dan tupai. Dalam kelompok ini termasuk pada hewan pangisap cairan tumbuhan atau pemakan cambium batang seperti Aphid dan Wereng.
Berdasarkan bagaimana dan bagian mana bagian tumbuhan yang dimakan, hewan herbivora sering dikelompokkan pula menjadi hewan herbivora tipe perumput dan hewan herbivora tipe perambah.
a)        Hewan herbivora perumput adalah “herbivora yang memakan tumbuhan berupa rerumputan, herba dan semak”, misalnya banteng, kerbau atau belalang.
b)        Hewan herbivora perambah yaitu “herbivora yang memakan daun, cabang dan ranting tumbuhan berkayu” misalnya rusa, kambing atau jerapah.
Perbedaan herbivora perumput dan herbivora perambah sering tidak jelas karena hewan memakan bagian tumbuhan dilakukan dengan cara menggigit sebagian, menyobek atau mengerat. Selain itu hewan herbivora sering dikelompokkan pula dalam bagaimana caranya hewan memperoleh bagian tumbuhan sebagai makanan. Berdasarkan hal tersebut, Brewer dalam Ernawati (2008) membagi hewan herbivora menjadi beberapa kelompok yaitu:
a)        Pemakan daun (foliovora), buah (frugivora), biji-bijian (granivora) atau nektar (nektivora) misalnya burung pengisap madu, kera pemakan daun, atau buah atau burung pemakan biji-bijian
b)        Pelubang daun. Misalnya larva lalat, kumbang, kupu-kupu, yang sering memakan jaringan di bawah epidermis daun
c)        Pelubang akar, batang, buah atau biji. Misalnya lalat dan kumbang pelubang batang.
d)       Pemakan akar, beberapa jenis hewan avertebrata seperti cacing nematoda, mamalia penggali lubang yang sering memakan akar.
e)        Pengisap tumbuhan. Kebanyakan serangga hemiptera dan homoptera membuat lubang di batang atau daun untuk mengisap cairan yang berasal dari jaringan tersebut.
f)         Pembentuk tonjolan berupa “gall” yang akan diisap oleh serangga seperti lalat atau tawon.
2.        Hewan Karnivora
Organisme karnivora adalah “mahluk hidup berupa hewan atau tumbuhan yang memakan atau yang memanfaatkan hewan lain sebagai makanan dan sumber energi untuk kehidupannya” (Stiling dalam Ernawati, 2008). Hewan ini menggunakan energi tersimpan yang berasal dari organisme ototrof, memanfaatkan kembali dan menguraikan materi bahan organis yang kompleks menjadi materi bahan anoganik yang lebih sederhana. Dalam proses tersebut hewan karnivora akan mempercepat laju alir dan transformasi energi serta daur materi.
Sumber energi dan kehidupan hewan karnivora sebagai organisme pemakan daging sebagian besar diperoleh dari hewan herbivora. Berdasarkan apa, bagaimana dan bagian mana yang menjadi makanan hewan-hewan karnivora, terdapat beberapa jenis organisme karnivora. Misalnya hewan karnivora pemakan daging disebut predator, pemakan ikan disebut piscivora dan pemakan serangga dinamakan insektivora. Sedangkan hewan-hewan yang mengkonsumsi atau memakan inang dinamakan  parasit atau parasitoid. Terdapat beberapa jenis tumbuh-tumbuhan memiliki sifat organisme karnivora, misalnya kantong semar (Nephentes sp.)
3.        Hewan Pemangsa (Predator)
Hewan pemangsa adalah “ mahluk hidup yang memakan sebagian atau seluruh bagian tubuh mahluk hidup lain sebagai mangsa atau prey”. Hubungan antara predator dan mangsanya dinamakan predasi. Hubungan ini sangat penting karena peranan predator yang memangsa dan memakan mangsanya itu harus terjadi demi kelangsungan hidup predatornya (McNaughton and Welf dalam Ernawati, 2008)
Predator adalah hewan yang memburu dan memakan mangsanya, sedangkan mangsa adalah sebaliknya (Suzyanna, 2013). Hewan predator yang besar sebagai konsumen disebut makro konsumen, baik sebagai konsumen sekunder, konsumen tersier atau karnivora puncak: contohnya antara lain serangga pemangsa, laba-laba, ikan, katak, ular, kadal, burung atau hewan mamalia pemangsa yang terdapat di padang rumput, savanna, hutan atau perairan darat dan laut. Tak semua organisme makro konsumen memperoleh makanan dari satu jenjang saja, makanannya dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan, organisme ini dikenal sebagai omnivora. Contohnya beberapa rodentia kecil atau anjing hutan merah (Vulpus vulva) yang memakan beri dan hewan lain yang mati. Termasuk manusia yang memakan hewan dan tumbuhan.
Menurut Sunarno (2006) Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa atau serangga lain, ada beberapa ciri-ciri predator :
a)        Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya ( telur, larva, nimfa, pupa dan imago ).
b)        Predator membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsanya dengan cepat.
c)        Seekor predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya
d)       Predator membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri
e)        Kebanyakan predator bersifat karnifor
f)         Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya
g)        Dari segi perilaku makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh mangsanya, ada menusuk mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap cairanya tubuh mangsanya.
h)        Metamorfosis predator ada yang holometabola dan hemimetabola
i)          Predator ada yang monofag, oligofag dan polifag.

Menurut hasil  penelitian Sari (2014), salah satu predator dari belalang yaitu laba-laba. Interaksi belalang dan laba-laba bergantung pada kualitas makanan dan suhu. Laba-laba lebih efektif mengurangi populasi belalang pada saat suhu rendah. Perubahan suhu harian dapat mempengaruhi pola interaksi antara laba-laba dan belalang
4.        Dekomposer (organisme pengurai dan pembusuk)
Keberadaaan dekomposer akan menyediakan materi cadangan sebagai komponen-komponen bahan anorganik yang dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali oleh mahluk hidup lain. Organisme decomposer sendiri dalam memenuhi kebutuhan akan energi dan nutrisi memperoleh bahan-bahan organik dan anorganik dari mahluk hidup yang telah mati.
            Organisme dekomposer adalah “ organisme yang memperoleh energi untuk kehidupannya dan senyawa kimia anorganik yang berasal dari panguraian hewan  atau tumbuhan yang telah mati”. Proses dekomposisi berlangsung melalui proses pembusukan (terutama hewan yang mati) yang kemudian diikuti dengan proses penguraian menjadi bahan-abahan anorganik dan bahan-bahan lain melalui berbagai cara mekanis dan reaksi enzimatis.
Menurut Ellenberg dalam Kunarso (2011),Peranan bakteri heterotrofik berfungsi sangat vital sebagai dekomposer di lingkungan laut, dimana material–material organik akan diurai menjadi konstituen-konstituen yang lebih sederhana sebagai unsur hara yang essensial. Pada akhirnya unsur-unsur hara tersebut sebagai nutrien bagi organisme laut dalam jaringan makanan sesuai dengan tingkatan tropiknya. Sehingga pada akhirnya bakteri heterotrofik dapat merupakan komponen biotik sebagai penjaga keseimbangan ekosistem laut dan penyedia nutrisi bagi kehidupan organisme laut.





DAFTAR REFERENSI
Aprilia, Herlin. 2013. Struktur Komunitas Vertebrata dan Invertebrata Air pada Petak Sawah Organik di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika. Malang. Vol. 1, No. 4, 2013
Ernawati. 2008.  Ekologi Hewan. Makassar; Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar.
Kunarso, Djoko Hadi. 2011. The Study of Fertility Marine Ecosystem of Southeast Sulawesi Based on Bacteriological Aspect. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis  Jakarta. Vol. 3, No. 2, Hal. 32-47, Desember 2011
Sari, Ria Pravita. 2014. Efek Refugia Pada Populasi Herbivora di Sawah Padi Merah Organik Desa Sengguruh, Kepanjen, Malang. Jurnal Biotropika. Malang. Vol. 2, No. 1, 2014
Sunarno. 2006.  Pengendalian Hayati ( Biologi Control ) Sebagai Salah Satu Komponen Pengendalian Hama Terpadu (Pht). Karya Ilmiah. Halmahera.
Suzyanna. 2013. Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey. Journal of Scientific Modeling & Computation. Natural-A, Volume 1 No.1 – 2013. ISSN 2303-0135.