Sabtu, 01 Oktober 2016

MEKANISME DEMAM DAN PENGENDALIANNYA

 MEKANISME DEMAM DAN PENGENDALIANNYA

A.      Pendahuluan
Demam telah terdapat pada ratusan juta tahun dalam istilah- istilah evolusi. Ikan, amfibi dan reptil mengalami demam. Jika ikan disuntik dengan endotoksin bakteri atau bakteri gram negatif, mereka meningkatkan temperatur tubuh mereka dengan berenang ke air yang lebih hangat. Jika kadal disuntik dengan bakteri atau pirogen, mereka menimbulkan demam dengan berjemur di matahari untuk meningkatkan temperatur inti mereka ke batas demam (Atik, 2009).
Regulasi suhu tubuh pada manusia dan mamalia yang lain dilaksanakan oleh sebuah sistem kompleks yang berdasarkan pada mekanisme umpan balik. Sensor- sensor untuk termoregulasi terkonsentrasi di wilayah otak yang disebut hipotalamus. Hipotalamus mengandung sekelompok sel- sel saraf yang berfungsi sebagai pusat termostat, merespon suhu tubuh di luar kisaran normal dengan mengaktivasi mekanisme yang mendorong penghilangan atau pemerolehan panas. Reseptor- reseptor panas memberi sinyal pada termostat hipotalamus ketika suhu meningkat. Reseptor dingin memberi sinyal ketika suhu menurun. Pada suhu tubuh di bawah kisaran normal, termostat menghambat mekanisme kehilangan panas dan mengaktivasi penghemat panas, misalnya penyempitan pembuluh darah tertentu dan penegakan bulu rambut, sambil merangsang mekanisme- mekanisme pembangkit panas (termogenesis menggigil dan bukan menggigil). Sebagai respon terhadap suhu tubuh yang meningkat, termostat mematikan mekanisme retensi panas dan mendorong pendinginan suhu tubuh melalui vasodilasi, berkeringat, atau terengah- engah. Karena pembuluh darah yang sama menyuplai hipotalamus dan telinga, termometer telinga akan mencatat temperatur yang terdeteksi oleh tremostat hipotalamus (Isselbacher, 1999).
Menurut Harjaningrum dalam Damayati (2008), sebagian besar orang tua mengetahui bahwa adanya demam selalu disertai dengan suatu penyakit, sehingga hal ini mengakibatkan mereka takut demam. Menurut anggapan mereka demam merupakan sesuatu yang membahayakan dan langkah yang dilakukan pertama kali adalah menurunkan demam dengan cepat. Hal ini dijumpai pada semua kelompok sosial ekonomi.
Dahulu kala, demam dianggap sebagai penyakit dan harus diatasi seketika. Penggunaan termometer dalam dunia klinis diperkenalkan pertama kali oleh Sanctorius pada abad ke-17. Dua ratus tahun kemudian, Wunderlich memulai penelitian termometri medikal. Sejak saat itu, berakhirlah anggapan bahwa demam merupakan suatu penyakit; demam hanyalah bagian atau gejala dari suatu penyakit (Atik, 2009).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Riandita (2012) mengenai pengetahuan tentang demam, diketahui sebagian besar responden yakni para ibu di kota Semarang memiliki tingkat pengetahuan rendah (52%), pengetahuan tinggi (25%), dan paling sedikit pengetahuan sedang (23%). Pengalaman yang kurang dalam menangani anak yang mengalami demam serta kurangnya pemahaman dapat menjadi faktor penyebab rendahnya pengetahuan tentang demam
Berdasarkan anggapan yang berbeda-beda dan penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka perlu diadakan pengkajian tentang demam secara lebih dalam. Hal ini dimaksudkan agar kekeliruan tentang hal tersebut dapat diminimalisir. Beberapa hal yang harus diketahui tentang demam antara lain pengertian demam, mekanisme yang terjadi saat demam timbul serta cara pengendalian demam yang tepat.
B.       Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior. Suhu tubuh normal dapat dipertahankan, ada perubahan suhu lingkungan, karena adanya kemampuan pada pusat termoregulasi untuk mengatur keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh otot dan hati, dengan panas yang hilang. Saat demam, keseimbangan tersebut bergeser hingga terjadi peningkatan suhu dalam tubuh. (Isselbacher, 1999).
Demam adalah peningkatan suhu tubuh di atas normal akibat stres fisiologis seperti alergi, trauma jaringan, dehidrasi, atau infeksi bakteri dan virus. Demam termasuk pertahanan nonspesifik terhadap infeksi.
Menurut Pujiarto (2008), hal- hal lain yang dapat mengakibatkan kenaikan suhu tubuh (demam) adalah:
1.        ketika suhu set point meningkat misalnya saat infeksi yang merupakan penyebab utama demam
2.        ketika terjadi produksi panas metabolik misalnya pada hipertiroid
3.        ketika asupan panas lingkungan melebihi kemampuan pelepasan panas misalnya pada hiperpireksia maligna akibat anestesia, ruang kerja industri yang sangat panas, dan sauna
4.        ketika ada gangguan pelepasan panas misalnya displasia ektodermal
5.        kombinasi dari beberapa faktor.
Pada kondisi tertentu, peningkatan suhu tubuh di atas rata- rata fisiologis justru membawa manfaat adaptif. Misalnya, saat terjadi infeksi, demam merupakan respons yang dibutuhkan untuk memfasilitasi penyembuhan melalui peningkatan kerja sistem imun dan menghambat replikasi mikro-organisme. Oleh karena itu, secara ilmiah, demam dapat disebut sebagai respons homeostatik.
Mengenali gejala lain yang menyertai demam juga merupakan hal penting agar demam dapat diatasi dengan benar. Beberapa penyakit berbahaya menunjukkan gejala demam. Oleh karena itu, demam harus ditangani dengan benar karena terdapat berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh demam. Adanya kemungkinan dehidrasi, karena pada saat anak demam terjadi penguapan cairan tubuh sehingga anak kekurangan cairan. Demam juga dapat memperparah keadaan anak dengan pneumonia berat dan penyakit kardiovaskuler. Kerusakan neurologis dan kejang demam dapat terjadi pada kenaikan suhu 42o C meskipun jarang
C.      Mekanisme Demam
Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh yang diperlukan untuk kelancaran aliran darah dan menjaga agar reaksi kimia tubuh dapat berjalan baik (enzim hanya bekerja pada suhu tertentu). Sebagai makhluk yang homeotermik, anak selalu berusaha mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh diatur oleh suatu mekanisme yang menyangkut susunan saraf, biokimia, dan hormonal. Hipotalamus menerima informasi suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah yang masuk ke otak dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor panas di kulit. Termostat dalam hipotalamus diatur pada set-point sekitar suhu 370 C dengan rentang sekitar 10 C, dan suhu dipertahankan dengan menjaga keseimbangan pembentukan atau pelepasan panas. Saraf eferen dari hipotalamus terdiri dari saraf somatik dan saraf autonom, sehingga hipotalamus dapat mengatur aktifitas otot, kelenjar keringat, peredaran darah, dan ventilasi paru. Hipotalamus posterior merupakan pusat pengatur yang bertugas meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila suhu luar lebih rendah, pembentukan panas akan dilakukan dengan meningkatkan metabolisme, dengan mekanisme kontraksi otot / menggigil, pengeluaran panas akan dikurangi dengan vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pengurangan produksi keringat. Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur pengeluaran panas. Bila suhu di luar tubuh lebih tinggi maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan cara vasodilatasi, evaporasi (berkeringat), radiasi (dipancarkan), kontak (bersinggungan/ kompres), aliran (dari daerah panas ke dingin), dan konveksi.2,3,4 Permukaan tubuh anak relatif lebih luas dibandingkan dewasa, sehingga proses penguapan dan radiasi sangat penting, terutama untuk daerah tropis (Ismoedijanto, 2000).
Demam adalah kondisi ketika otak mematok suhu di atas setting normal yaitu di atas 380C. Beberapa buku menyatakan bahwa demam adalah suhu tubuh > 38.50C untuk waktu minimal 24 jam. Akibat tuntutan peningkatan setting tersebut maka tubuh akan memproduksi panas. Menurut Pujiarto (2008), Proses pembentukan panas terdiri atas tiga fase yaitu:
1.        Fase pertama, menggigil (fase pelepasan sitokin proinflamasi) yang berlangsung sampai suhu tubuh mencapai puncaknya
2.        Fase kedua,.suhu menetap tinggi untuk beberapa saat (sitokin berhasil meningkatkan set point)
3.        Fase ketiga, akhirnya suhu turun, dengan atau tanpa obat demam (sitokin melakukan antipyretic response.).
Menurut Sloane (2003) demam atau suhu tubuh tinggi yang abnormal dapat terjadi dalam kaitannya dengan inflamasi:
1.        Pirogen eksogen (pencetus demam) yang dilepas bakteri dan pirogen endogen yang dilepas berbagai leukosit, bekerja pada hipotalamus untuk mengatur kembali kendali termoregulator normal ke suhu yang lebih tinggi
2.        Penyesuaian tubuh terhadap peningkatan suhu meliputi vasokontriksi untuk mengurangi panas yang hilang, menggigil dan gemetar untuk meningkatkan panas tubuh,dan peningkatan laju metabolik. Akibatnya adalah peningkatan suhu tubuh.
3.        Demam akan mereda jika infeksi teratasi, kadar pirogen berkurang, dan kendali termoregulator normal tercapai
Termostat hipotalamus bekerja berdasarkan masukan dari ujung sarafdan dari suhu darah yang beredar di tubuh. Berdasarkan input tersebut maka set point akan membentuk panas atau justru membuang panas. secara ringkas neuron dan transmiter yang berperan pada pengaturan suhu tubuh.
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan keganasaan, penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat lain (Ismoedijanto, 2000).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik. Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme mendorong suhu naik. maka, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi (Diniyanti, 2011).
Secara teoritis kenaikan suhu pada infeksi dinilai menguntungkan, oleh karena aliran darah makin cepat sehingga makanan dan oksigenasi makin lancar. Namun kalau suhu terlalu tinggi (di atas 38,5ºC) penderita mulai merasa tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah darah untuk mengaliri organ vital (otak, jantung, paru) bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya ujung kaki/tangan teraba dingin. Demam yang tinggi memacu metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi napas lebih cepat. Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru dan disertai dengan ketidakseimbangan elektrolit, yang mendorong suhu makin tinggi. Kerusakan jaringan akan terjadi bila suhu tubuh lebih tinggi dari 410 C, terutama pada jaringan otak dan otot yang bersifat permanen. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan batang otak, terjadinya kejang, koma sampai kelumpuhan. Kerusakan otot yang terjadi berupa rabdomiolisis dengan akibat terjadinya mioglobinemia.
D.      Penanggulangan Demam
Pemahaman tentang regulasi suhu tubuh, produksi dan konservasi panas, dan penerapan patofisiologi demam pada beberapa keadaan, serta mekanisme penurunan suhu tubuh akan menuntun kita dalam menangani demam secara rasional. Hal terpenting adalah meyakini bahwa demam merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh yang tidak semuanya perlu diatasi. Penatalaksanaan lebih ditujukan untuk mengatasi penyakit yang mendasari demam tersebut.
tidur atau istirahat dianjurkan agar metabolisme menurun. Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi / regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Menurut Potter dan Perry dalam Setyani (2008), memberi aliran udara yang baik memaksa tubuh berkeringat dan mengeluarkan hawa panas ke tempat lain dapat  menurunkan suhu tubuh.  membuka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Pada hipertermi, pendinginan permukaan kulit dapat membantu. Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam. Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Obat yang sederhana adalah asam salisilat dan derivatnya. Rentang daya kerja obat ini cukup panjang, aman untuk dikonsumsi umum. Beberapa golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun tidak menyebabkan hipotermi bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal, ibuprofen. Obat lain adalah obat yang bersifat antipiretik pada dosis rendah dan menimbulkan hipotermi pada dosis tinggi seperti metamizol dan obat yang dapat menekan pusat suhu secara langsung (chlorpromazine), mengurangi menggigil namun dapat menyebabkan hipotermi dan hipotensi (Ismoedijanto, 2000).
E.       Kesimpulan
1.    Demam merupakan peningkatan suhu tubuh karena perubahan dari pusat termoregulasi hipotalamus sebagai hasil dari pirogen endogen dilepaskan dari makrofag, alergi, trauma jaringan, dehidrasi, atau infeksi bakteri dan virus.
2.    Tanggapan peningkatan set point, hipotalamus menginisiasi tanggapan fisiologis untuk meningkatkan suhu inti untuk mencocokkan set point baru.
3.    Demam merupakan respons adaptif terhadap bakteri dan virus infeksi atau cedera jaringan. Laju pertumbuhan mikroorganisme dihambat, dan fungsi kekebalan tubuh ditingkatkan
4.    Aliran udara yang baik memaksa tubuh berkeringat dan mengeluarkan hawa panas ke tempat lain agar  menurunkan suhu tubuh.  pembukaan pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi.




DAFTAR REFERENSI
Atik, Baitil. 2009.  Demam. Depok; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Damayati, Tri Tuti. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Perilaku Kompres di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta.. Surakarta: Universitas Negeri Surakarta.
Diniyanti, Inke Nadia. 2011. Penanggulangan Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 12 No. 6 April.
Ismoedijanto. 2000. Demam pada Anak. Vol. 02 No. 02, Agustus 2000: 103 – 108.
Isselbacher dkk. 1999. Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :EGC
Pujiarto, Purnamawati Sujud. 2008. Demam pada Anak. Yayasan Orangtua Peduli, Jakarta. Vol. 58 Nomor: 9' September 2008
Riandita, Amarilla. 2012.  Tri Tuti. 2008. Hubungan  Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro.
Setyani, Ardi. 2008. Gambaran Perilaku Ibu Dalam Penanganan Demam Pada Anak di Desa Seren Kecamatan Gebang Purworejo. Purworejo: Stikes Aisyiyah.
Sloane. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar