MEKANISME DEMAM DAN PENGENDALIANNYA
A.
Pendahuluan
Demam telah
terdapat pada ratusan juta tahun dalam istilah- istilah evolusi. Ikan, amfibi
dan reptil mengalami demam. Jika ikan disuntik dengan endotoksin bakteri atau
bakteri gram negatif, mereka meningkatkan temperatur tubuh mereka dengan berenang
ke air yang lebih hangat. Jika kadal disuntik dengan bakteri atau pirogen,
mereka menimbulkan demam dengan berjemur di matahari untuk meningkatkan
temperatur inti mereka ke batas demam
(Atik, 2009).
Regulasi suhu
tubuh pada manusia dan mamalia yang lain dilaksanakan oleh sebuah sistem
kompleks yang berdasarkan pada mekanisme umpan balik. Sensor- sensor untuk
termoregulasi terkonsentrasi di wilayah otak yang disebut hipotalamus.
Hipotalamus mengandung sekelompok sel- sel saraf yang berfungsi sebagai pusat
termostat, merespon suhu tubuh di luar kisaran normal dengan mengaktivasi
mekanisme yang mendorong penghilangan atau pemerolehan panas. Reseptor-
reseptor panas memberi sinyal pada termostat hipotalamus ketika suhu meningkat.
Reseptor dingin memberi sinyal ketika suhu menurun. Pada suhu tubuh di bawah
kisaran normal, termostat menghambat mekanisme kehilangan panas dan
mengaktivasi penghemat panas, misalnya penyempitan pembuluh darah tertentu dan
penegakan bulu rambut, sambil merangsang mekanisme- mekanisme pembangkit panas
(termogenesis menggigil dan bukan menggigil). Sebagai respon terhadap suhu
tubuh yang meningkat, termostat mematikan mekanisme retensi panas dan mendorong
pendinginan suhu tubuh melalui vasodilasi, berkeringat, atau terengah- engah. Karena
pembuluh darah yang sama menyuplai hipotalamus dan telinga, termometer telinga
akan mencatat temperatur yang terdeteksi oleh tremostat hipotalamus (Isselbacher, 1999).
Menurut
Harjaningrum dalam Damayati (2008), sebagian besar orang tua mengetahui bahwa
adanya demam selalu disertai dengan suatu penyakit, sehingga hal ini
mengakibatkan mereka takut demam. Menurut anggapan mereka demam merupakan
sesuatu yang membahayakan dan langkah yang dilakukan pertama kali adalah
menurunkan demam dengan cepat. Hal ini dijumpai pada semua kelompok sosial
ekonomi.
Dahulu kala,
demam dianggap sebagai penyakit dan harus diatasi seketika. Penggunaan
termometer dalam dunia klinis diperkenalkan pertama kali oleh Sanctorius pada
abad ke-17. Dua ratus tahun kemudian, Wunderlich memulai penelitian termometri
medikal. Sejak saat itu, berakhirlah anggapan bahwa demam merupakan suatu
penyakit; demam hanyalah bagian atau gejala dari suatu penyakit (Atik, 2009).
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Riandita (2012) mengenai pengetahuan
tentang demam, diketahui sebagian besar responden yakni para ibu di kota
Semarang memiliki tingkat pengetahuan rendah (52%), pengetahuan tinggi (25%),
dan paling sedikit pengetahuan sedang (23%). Pengalaman yang kurang dalam
menangani anak yang mengalami demam serta kurangnya pemahaman dapat menjadi
faktor penyebab rendahnya pengetahuan tentang demam
Berdasarkan anggapan yang berbeda-beda dan penelitian
yang telah dikemukakan diatas, maka perlu diadakan pengkajian tentang demam
secara lebih dalam. Hal ini dimaksudkan agar kekeliruan tentang hal tersebut
dapat diminimalisir. Beberapa hal yang harus diketahui tentang demam antara
lain pengertian demam, mekanisme yang terjadi saat demam timbul serta cara
pengendalian demam yang tepat.
B.
Definisi
Demam
Demam adalah
kenaikan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat
termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior. Suhu tubuh normal dapat
dipertahankan, ada perubahan suhu lingkungan, karena adanya kemampuan pada
pusat termoregulasi untuk mengatur keseimbangan antara panas yang diproduksi
oleh jaringan, khususnya oleh otot dan hati, dengan panas yang hilang. Saat demam,
keseimbangan tersebut bergeser hingga terjadi peningkatan suhu dalam tubuh. (Isselbacher, 1999).
Demam adalah
peningkatan suhu tubuh di atas normal akibat stres fisiologis seperti alergi,
trauma jaringan, dehidrasi, atau infeksi bakteri dan virus. Demam termasuk
pertahanan nonspesifik terhadap infeksi.
Menurut Pujiarto (2008), hal-
hal lain yang dapat mengakibatkan kenaikan suhu tubuh (demam) adalah:
1.
ketika suhu set point
meningkat misalnya saat infeksi yang merupakan penyebab utama demam
2.
ketika terjadi produksi
panas metabolik misalnya pada hipertiroid
3.
ketika asupan panas
lingkungan melebihi kemampuan pelepasan panas misalnya pada hiperpireksia
maligna akibat anestesia, ruang kerja industri yang sangat panas, dan sauna
4.
ketika ada gangguan
pelepasan panas misalnya displasia ektodermal
5.
kombinasi dari beberapa
faktor.
Pada kondisi
tertentu, peningkatan suhu tubuh di atas rata- rata fisiologis justru membawa
manfaat adaptif. Misalnya, saat terjadi infeksi, demam merupakan respons yang
dibutuhkan untuk memfasilitasi penyembuhan melalui peningkatan kerja sistem
imun dan menghambat replikasi mikro-organisme. Oleh karena itu, secara ilmiah,
demam dapat disebut sebagai respons homeostatik.
Mengenali
gejala lain yang menyertai demam juga merupakan hal penting agar demam dapat
diatasi dengan benar. Beberapa penyakit berbahaya menunjukkan gejala demam.
Oleh karena itu, demam harus ditangani dengan benar karena terdapat berbagai
dampak negatif yang diakibatkan oleh demam. Adanya kemungkinan dehidrasi,
karena pada saat anak demam terjadi penguapan cairan tubuh sehingga anak
kekurangan cairan. Demam juga dapat memperparah keadaan anak dengan pneumonia
berat dan penyakit kardiovaskuler. Kerusakan neurologis dan kejang demam dapat
terjadi pada kenaikan suhu 42o C meskipun jarang
C.
Mekanisme
Demam
Suhu adalah
hasil produksi metabolisme tubuh yang diperlukan untuk kelancaran aliran darah
dan menjaga agar reaksi kimia tubuh dapat berjalan baik (enzim hanya bekerja
pada suhu tertentu). Sebagai makhluk yang homeotermik, anak selalu berusaha
mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh diatur oleh suatu mekanisme yang menyangkut
susunan saraf, biokimia, dan hormonal. Hipotalamus menerima informasi suhu
tubuh bagian dalam dari suhu darah yang masuk ke otak dan informasi suhu luar
tubuh dari reseptor panas di kulit. Termostat dalam hipotalamus diatur pada
set-point sekitar suhu 370 C dengan rentang sekitar 10 C, dan suhu
dipertahankan dengan menjaga keseimbangan pembentukan atau pelepasan panas.
Saraf eferen dari hipotalamus terdiri dari saraf somatik dan saraf autonom,
sehingga hipotalamus dapat mengatur aktifitas otot, kelenjar keringat,
peredaran darah, dan ventilasi paru. Hipotalamus posterior merupakan pusat
pengatur yang bertugas meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran
panas. Bila suhu luar lebih rendah, pembentukan panas akan dilakukan dengan
meningkatkan metabolisme, dengan mekanisme kontraksi otot / menggigil,
pengeluaran panas akan dikurangi dengan vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan
pengurangan produksi keringat. Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur
pengeluaran panas. Bila suhu di luar tubuh lebih tinggi maka pengeluaran panas
ditingkatkan dengan cara vasodilatasi, evaporasi (berkeringat), radiasi
(dipancarkan), kontak (bersinggungan/ kompres), aliran (dari daerah panas ke
dingin), dan konveksi.2,3,4 Permukaan tubuh anak relatif lebih luas
dibandingkan dewasa, sehingga proses penguapan dan radiasi sangat penting,
terutama untuk daerah tropis (Ismoedijanto, 2000).
Demam adalah
kondisi ketika otak mematok suhu di atas setting normal yaitu di atas 380C.
Beberapa buku menyatakan bahwa demam adalah suhu tubuh > 38.50C untuk waktu
minimal 24 jam. Akibat tuntutan peningkatan setting tersebut maka tubuh akan
memproduksi panas. Menurut Pujiarto
(2008), Proses pembentukan panas terdiri atas
tiga fase yaitu:
1.
Fase pertama, menggigil
(fase pelepasan sitokin proinflamasi) yang berlangsung sampai suhu tubuh
mencapai puncaknya
2.
Fase kedua,.suhu
menetap tinggi untuk beberapa saat (sitokin berhasil meningkatkan set point)
3.
Fase ketiga, akhirnya
suhu turun, dengan atau tanpa obat demam (sitokin melakukan antipyretic
response.).
Menurut Sloane (2003) demam atau suhu
tubuh tinggi yang abnormal dapat terjadi dalam kaitannya dengan inflamasi:
1.
Pirogen eksogen
(pencetus demam) yang dilepas bakteri dan pirogen endogen yang dilepas berbagai
leukosit, bekerja pada hipotalamus untuk mengatur kembali kendali
termoregulator normal ke suhu yang lebih tinggi
2.
Penyesuaian tubuh
terhadap peningkatan suhu meliputi vasokontriksi untuk mengurangi panas yang
hilang, menggigil dan gemetar untuk meningkatkan panas tubuh,dan peningkatan
laju metabolik. Akibatnya adalah peningkatan suhu tubuh.
3.
Demam akan mereda jika
infeksi teratasi, kadar pirogen berkurang, dan kendali termoregulator normal
tercapai
Termostat
hipotalamus bekerja berdasarkan masukan dari ujung sarafdan dari suhu darah
yang beredar di tubuh. Berdasarkan input tersebut maka set point akan membentuk
panas atau justru membuang panas. secara ringkas neuron dan transmiter yang
berperan pada pengaturan suhu tubuh.
Demam merupakan
akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh adanya
ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi
terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor
pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN
(interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim
cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang meningkatkan set
point hipotalamus. Pada keadaan lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan
keganasaan, penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber pelepasan PE bukan dari
PMN tapi dari tempat lain (Ismoedijanto, 2000).
Mekanisme demam
dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus
vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory
protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik. Menggigil ditimbulkan
agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit
juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua
mekanisme mendorong suhu naik. maka,
pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu
yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi (Diniyanti, 2011).
Secara
teoritis kenaikan suhu pada infeksi dinilai menguntungkan, oleh karena aliran
darah makin cepat sehingga makanan dan oksigenasi makin lancar. Namun kalau
suhu terlalu tinggi (di atas 38,5ºC) penderita mulai merasa tidak nyaman,
aliran darah cepat, jumlah darah untuk mengaliri organ vital (otak, jantung,
paru) bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya
ujung kaki/tangan teraba dingin. Demam yang tinggi memacu metabolisme yang
sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi napas lebih
cepat. Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru dan disertai dengan ketidakseimbangan
elektrolit, yang mendorong suhu makin tinggi. Kerusakan jaringan akan terjadi
bila suhu tubuh lebih tinggi dari 410 C, terutama pada jaringan otak dan otot
yang bersifat permanen. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan batang
otak, terjadinya kejang, koma sampai kelumpuhan. Kerusakan otot yang terjadi
berupa rabdomiolisis dengan akibat terjadinya mioglobinemia.
D.
Penanggulangan
Demam
Pemahaman
tentang regulasi suhu tubuh, produksi dan konservasi panas, dan penerapan
patofisiologi demam pada beberapa keadaan, serta mekanisme penurunan suhu tubuh
akan menuntun kita dalam menangani demam secara rasional. Hal terpenting adalah
meyakini bahwa demam merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh yang tidak
semuanya perlu diatasi. Penatalaksanaan lebih ditujukan untuk mengatasi
penyakit yang mendasari demam tersebut.
tidur atau
istirahat dianjurkan agar
metabolisme menurun. Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat
evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh
berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan
menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak.
Ventilasi / regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Menurut Potter dan Perry dalam Setyani (2008), memberi
aliran udara yang baik memaksa tubuh berkeringat dan mengeluarkan hawa panas ke
tempat lain dapat menurunkan suhu
tubuh. membuka
pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan
pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat
(tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat
(justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan
baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Pada hipertermi, pendinginan
permukaan kulit dapat membantu. Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan
pemberian obat demam. Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point
di otak dan membuat pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas
ditingkatkan. Obat yang sederhana adalah asam salisilat dan derivatnya. Rentang
daya kerja obat ini cukup panjang, aman untuk dikonsumsi umum. Beberapa
golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun tidak
menyebabkan hipotermi bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal,
ibuprofen. Obat lain adalah obat yang bersifat antipiretik pada dosis rendah
dan menimbulkan hipotermi pada dosis tinggi seperti metamizol dan obat yang
dapat menekan pusat suhu secara langsung (chlorpromazine), mengurangi menggigil
namun dapat menyebabkan hipotermi dan hipotensi (Ismoedijanto, 2000).
E.
Kesimpulan
1.
Demam merupakan
peningkatan suhu tubuh karena perubahan
dari pusat termoregulasi
hipotalamus sebagai hasil dari pirogen endogen dilepaskan dari makrofag, alergi, trauma
jaringan, dehidrasi, atau infeksi bakteri dan virus.
2.
Tanggapan
peningkatan set point, hipotalamus menginisiasi
tanggapan fisiologis untuk meningkatkan suhu inti untuk mencocokkan set point
baru.
3.
Demam merupakan respons
adaptif terhadap bakteri dan virus infeksi atau cedera jaringan. Laju
pertumbuhan mikroorganisme dihambat, dan fungsi kekebalan tubuh ditingkatkan
4.
Aliran udara
yang baik memaksa tubuh berkeringat dan mengeluarkan hawa panas ke tempat lain
agar menurunkan suhu tubuh. pembukaan pakaian/selimut
yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi.
DAFTAR
REFERENSI
Atik, Baitil. 2009. Demam. Depok;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Damayati, Tri Tuti.
2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Demam Dengan Perilaku Kompres di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta..
Surakarta: Universitas Negeri Surakarta.
Diniyanti, Inke Nadia. 2011.
Penanggulangan Demam pada
Anak. Sari Pediatri, Vol. 12 No. 6 April.
Ismoedijanto. 2000. Demam pada Anak. Vol. 02 No. 02, Agustus 2000: 103 –
108.
Isselbacher dkk. 1999. Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :EGC
Pujiarto, Purnamawati Sujud. 2008. Demam pada Anak.
Yayasan Orangtua Peduli, Jakarta. Vol. 58 Nomor: 9' September 2008
Riandita, Amarilla.
2012. Tri Tuti. 2008. Hubungan
Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Pengelolaan Demam
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro.
Setyani, Ardi. 2008.
Gambaran Perilaku Ibu Dalam Penanganan Demam
Pada Anak di Desa Seren Kecamatan Gebang Purworejo. Purworejo: Stikes
Aisyiyah.
Sloane. 2003. Anatomi
dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar