Sabtu, 01 Oktober 2016

Hewan dan Lingkungannya



 HEWAN DAN LINGKUNGANNYA

 
A.      PENDAHULUAN
Dalam lingkungan biosfer organisasi mahluk hidup yang jumlahnya diperkirakan mencapai 10 juta jenis diantaranya mahluk hidup tersebut terdapat organisme yang termasuk dalam “Kingdom Animalia” yang disebut hewan (Jones dalam Ernawati, 2008) Hewan merupakan organisme multiseluler  yang cenderung tidak berdinding  sel, mempunyai sistem  syaraf kompleks, bersifat heterotrof dan hampir sebagian besar dapat bergerak (mobil).
Kelompok hewan terbagi dalam berbagai kelompok taksa, yang terdiri dari Filum (phylum), mulai dari Porifera yang paling sederhana seperti Spongia sp. Hingga filum Chordata sebagai kelompok hewan yang paling kompleks dan paling tinggi kedudukannya secara taksonomi, diantaranya adalah Tunicata spp (avertebrata) dan berbagai hewan vertebrata seperti ikan, amfibi, reptil, burung dan mamalia.
Hewan memiliki kemampuan merespon berbagai macam rangsangan dari lingkungannya, baik abiotik atau lingkungan biotik yang ditanggapi oleh seperangkat alat tubuh seperti organ saraf yang dapat mendeteksi berbagai perubahan kondisi lingkungannya. Dalam hal ini sistem  saraf mengkordinasi informasi yang diterima oleh saraf sensoris yang dengan cepat dapat merespon rangsangan dari lingkungannya.
Keberadaan organisme di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika maupun kimia di lingkungan tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah suhu, kuat arus, pH dan juga bahan-bahan kimia. Semakin banyak bahan kimia yang mencemari lingkungan perairan, berarti semakin sedikit organisme yang toleran terhadap lingkungan tersebut sehingga keragaman spesies pada lingkungan tersebut akan menurun (Aprilia, 2013).
Kehidupan hewan tidak berdiri sendiri tetapi akan berinteraksi dengan mahluk hidup lain, faktor lingkungan fisika dan kimia, dan habitat atau tempat hidupnya. Beberapa perilaku hewan dalam mencari makan atau berpindah tempat karena musim seringkali merupakan petunjuk perilaku yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Suin dalam Ernawati (2008) interaksi antara hewan dengan faktor lingkungan dapat menentukan perilaku, kepadatan dan penyebaran hewan di alam.
Hewan dapat didefinisikan sebagai “sekelompok mahluk hidup multiseluler yang berevolusi dari organisme eukaryote yang memiliki nenek moyang protista” (Alters dalam Ernawati, 2008). Sebagai organisme heterotrof sel tubuh hewan selalu mengalami spesialisasi dan mempunyai bermacam-macam fungsi terutama untuk pembentukan struktur tubuh, metabolisme, menerima rangsang, pergerakan dan reproduksi.
Untuk berbagai tujuan dan kemudahan, Kingdom Animalia dibagi menjadi 2 kelompok yang besar yaitu Avertebrata dan Vertebrata. Kelompok hewan memiliki keragaman yang besar dan hidup atau menempati hampir disetiap habitat atau ekosistem di bumi, baik di daratan, perairan tawar, atau perairan laut (Solomon and Berg, Brum dkk, Starr dalam Ernawati, 2008).
Secara umum hewan memiliki karakteristik sebagai berikut.
1.        Semua hewan adalah organisme eukaryotik multiseluler yang tersusun dari sejumlah besar dan bermacam-macam sel yang telah terdeferensiasi dan membentuk organ spesifik serta memiliki fungsi tertentu.
2.        Hewan adalah organisme heterotrof yang memperoleh materi dan nutrisi dari organisme produsen dan konsumen, parasit atau organisme penghancur dan pengurai (terutama hewan kecil seperti serangga tanah, semut atau rayap) sebelum bakteri atau jamur menguraikannya lebih lanjut.
3.        Kebanyakan hewan dapat bergerak dan berpindah tempat pada suatu saat dalam daur hidupnya, sehingga dapat mempengaruhi pola sebaran atau distribusinya.
4.        Hewan adalah organisme diploid yang sebagian bersama (terutama vertebrata) memiliki reproduksi seksual yang akan berperan dalam interaksi antar jenis dalam suatu populasi hewan.
5.        Kebanyakan hewan mempunyai sistem  saraf dan organ sensoris yang dengan cepat mampu merespon dan berinteraksi dengan setiap rangsangan dari lingkungannya.
Dengan karakteristik tersebut hewan sebagai komponen penyusun komunitas biotic dalam suatu ekosistem mempunyai peran dan fungsi penting untuk habitat dan lingkungan serta mahluk hidup lainnya. Peranannya terutama selain sebagai konsumen seperti hewan herbivora, pemangsa dan parasit sebagai produsen (misalnya ikan dimakan burung pecuk) dan kadang-kadang dapat berperan juga sebagai hama penyakit yang dapat mengubah kondisi lingkungannya.
B.     HEWAN SEBAGAI ORGANISMEE HETEROTROF
Dalam suatu ekosistem terdapat dua cara mahluk hidup memperoleh energi untuk hidupnya. Yang pertama adalah mahluk hidup yang memperoleh energi dari matahari dari sumber materi anorganik melalui proses fotosintesis. Organisme yang memanfaatkan energi tersebut dikenal sebagai organisme autotrof dan yang kedua adalah organisme heterotrof yaitu mahluk hidup yang memperoleh energi dari mahluk lain yang menjadi sumber makanannya dan sebagai konsumen. Organisme heterotrof adalah “semua mahluk hidup yang memperoleh energi dari materi organik yang berasal dari mahluk hidup lain (tumbuhan, hewan dan mikrobiota) termasuk organisme saprofit dan organisme pembusuk dan pengurai yang memperoleh energi dari organisme yang telah mati dan mengalami dekomposisi” (Stiling, Smith  dalam Ernawati, 2008).
Semua organisme, baik yang masih hidup maupun yang telah mati merupakan sumber energi yang potensial dan sumber makanan untuk mahluk hidup lainnya. Berbagai cara untuk memperoleh energi dan sumber makanan dilakukan oleh hewan. Dengan berbagai cara pula hewan menyesuaikan diri dalam memperoleh makanan dan menangkap mangsa, memanfaatkan jenis-jenis makanan tertentu, serta dengan berbagai cara menghindarkan diri dari tangkapan hewan lainnya akan berlangsung dalam suatu jaring-jaring kehidupan, melalui bermacam-macam tipe rangkaian rantai makanan dan jarring-jaring makanan.
Contoh hal tersebut terdapat dalam suatu ekosistem halaman rumah atau kebun. Ulat larva kupu-kupu kenari (Cricula trifenestrata) yang terdapat di pohon adalah komponen konsumen primer yang memakan daun alpukat (Persea americana) sebagai produsen. Burung perenjak (Prinia familiaris) yang memakan ulat itu adalah konsumen sekunder apabila kucing rumah (Felis domestica) sebagai karnivora memangsa burung tersebut kucing akan berfungsi sebagai konsumen tersier. Pohon alpukat, ulat, burung dan kucing apabila mati oleh jamur dan bakteri pengurai yang berperan sebagai konsumen mikro kemudian akan diuraikan, dicerna dan sebagai sumber energi.
Di alam terdapat pula mikroba lain yang akan berperan memakan organisme pengurai tersebut. Demikianlah proses makan-memakan atau makan memangsa akan terus berlangsung dalam jaring-jaring kehidupan di halaman rumah atau kebun. Di situ terlibat bahwa dalam ekosistem tersebut selain daun alpukat sebagai produsen, ulat, burung perenjak, kucing, jamur dan bakteri, semuanya adalah komponen ekosistem yang berperan sebagai organisme heterotrof.
C.     MACAM-MACAM HEWAN HETEROTROF
Dalam kedudukannya sebagai organisme konsumen, hewan-hewan heterotrof sesuai dengan apa dan bagaimana memperoleh makanan dan jenis makanannya dapat dikelompokkan menjadi hewan herbivora, hewan karnivora, hewan pemangsa, hewan pembusuk dan pengurai.

1.        Hewan Herbivora
Hewan herbivora adalah “hewan yang memakan tumbuh-tumbuhan (sel atau jaringan tumbuhan, baik sebagian atau seluruhnya) sebagai sumber energi bagi kehidupannya dan mampu mengkonversi energi yang tersimpan dalam jaringan tumbuhan menjadi jaringan hewan”(Brewer, Smith, Crawley dalam Ernawati, 2008)
Hewan herbivora yang telah beradaptasi dan hidup dengan mengkonsumsi kadar selulosa yang tinggi dalam makanannya, tubuhnya telah dilengkapi alat pencernaan yang dapat mencerna jenis makanan seperti daun, kulit batang atau cabang, bunga, buah atau biji dan mempunyai gigi untuk memamah, lambung yang khusus pada hewan ruminansia, usus yang panjang, caecum yang telah berkembang dengan baik, dan memiliki usus yang dapat membantu mencerna selulosa.
            Hampir lima puluh persen insekta adalah mahluk herbivora. Organisme herbivora lainnya sangat bervariasi, mulai dari mamalia seperti tikus sawah dan gajah, burung pemakan biji, angsa, keong dan berbagai ulat di darat, penyu laut, duyung juga termasuk copepoda dan rotifer yang mengkonsumsi fitoplankton.
Hewan herbivora sebagai hewan makro konsumen primer dapat dibagi menjadi 2 golongan hewan yaitu:
a)        Hewan herbivora yang memakan secara langsung tumbuhan atau bagian tumbuhan, terutama dedaunan. Contohnya adalah hewan-hewan herbivora besar seperti gajah, kambing atau domba. Hewan herbivora kecil seperti belalang kelinci dan sebagainya.
b)        Hewan herbivora yang makanannya sebagian besar hasil atau bagian tumbuhan yang berfungsi dalam proses fotosintesis seperti biji, buah atau kacang-kacangan. Contohnya antara lain owa, burung rangkong dan tupai. Dalam kelompok ini termasuk pada hewan pangisap cairan tumbuhan atau pemakan cambium batang seperti Aphid dan Wereng.
Berdasarkan bagaimana dan bagian mana bagian tumbuhan yang dimakan, hewan herbivora sering dikelompokkan pula menjadi hewan herbivora tipe perumput dan hewan herbivora tipe perambah.
a)        Hewan herbivora perumput adalah “herbivora yang memakan tumbuhan berupa rerumputan, herba dan semak”, misalnya banteng, kerbau atau belalang.
b)        Hewan herbivora perambah yaitu “herbivora yang memakan daun, cabang dan ranting tumbuhan berkayu” misalnya rusa, kambing atau jerapah.
Perbedaan herbivora perumput dan herbivora perambah sering tidak jelas karena hewan memakan bagian tumbuhan dilakukan dengan cara menggigit sebagian, menyobek atau mengerat. Selain itu hewan herbivora sering dikelompokkan pula dalam bagaimana caranya hewan memperoleh bagian tumbuhan sebagai makanan. Berdasarkan hal tersebut, Brewer dalam Ernawati (2008) membagi hewan herbivora menjadi beberapa kelompok yaitu:
a)        Pemakan daun (foliovora), buah (frugivora), biji-bijian (granivora) atau nektar (nektivora) misalnya burung pengisap madu, kera pemakan daun, atau buah atau burung pemakan biji-bijian
b)        Pelubang daun. Misalnya larva lalat, kumbang, kupu-kupu, yang sering memakan jaringan di bawah epidermis daun
c)        Pelubang akar, batang, buah atau biji. Misalnya lalat dan kumbang pelubang batang.
d)       Pemakan akar, beberapa jenis hewan avertebrata seperti cacing nematoda, mamalia penggali lubang yang sering memakan akar.
e)        Pengisap tumbuhan. Kebanyakan serangga hemiptera dan homoptera membuat lubang di batang atau daun untuk mengisap cairan yang berasal dari jaringan tersebut.
f)         Pembentuk tonjolan berupa “gall” yang akan diisap oleh serangga seperti lalat atau tawon.
2.        Hewan Karnivora
Organisme karnivora adalah “mahluk hidup berupa hewan atau tumbuhan yang memakan atau yang memanfaatkan hewan lain sebagai makanan dan sumber energi untuk kehidupannya” (Stiling dalam Ernawati, 2008). Hewan ini menggunakan energi tersimpan yang berasal dari organisme ototrof, memanfaatkan kembali dan menguraikan materi bahan organis yang kompleks menjadi materi bahan anoganik yang lebih sederhana. Dalam proses tersebut hewan karnivora akan mempercepat laju alir dan transformasi energi serta daur materi.
Sumber energi dan kehidupan hewan karnivora sebagai organisme pemakan daging sebagian besar diperoleh dari hewan herbivora. Berdasarkan apa, bagaimana dan bagian mana yang menjadi makanan hewan-hewan karnivora, terdapat beberapa jenis organisme karnivora. Misalnya hewan karnivora pemakan daging disebut predator, pemakan ikan disebut piscivora dan pemakan serangga dinamakan insektivora. Sedangkan hewan-hewan yang mengkonsumsi atau memakan inang dinamakan  parasit atau parasitoid. Terdapat beberapa jenis tumbuh-tumbuhan memiliki sifat organisme karnivora, misalnya kantong semar (Nephentes sp.)
3.        Hewan Pemangsa (Predator)
Hewan pemangsa adalah “ mahluk hidup yang memakan sebagian atau seluruh bagian tubuh mahluk hidup lain sebagai mangsa atau prey”. Hubungan antara predator dan mangsanya dinamakan predasi. Hubungan ini sangat penting karena peranan predator yang memangsa dan memakan mangsanya itu harus terjadi demi kelangsungan hidup predatornya (McNaughton and Welf dalam Ernawati, 2008)
Predator adalah hewan yang memburu dan memakan mangsanya, sedangkan mangsa adalah sebaliknya (Suzyanna, 2013). Hewan predator yang besar sebagai konsumen disebut makro konsumen, baik sebagai konsumen sekunder, konsumen tersier atau karnivora puncak: contohnya antara lain serangga pemangsa, laba-laba, ikan, katak, ular, kadal, burung atau hewan mamalia pemangsa yang terdapat di padang rumput, savanna, hutan atau perairan darat dan laut. Tak semua organisme makro konsumen memperoleh makanan dari satu jenjang saja, makanannya dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan, organisme ini dikenal sebagai omnivora. Contohnya beberapa rodentia kecil atau anjing hutan merah (Vulpus vulva) yang memakan beri dan hewan lain yang mati. Termasuk manusia yang memakan hewan dan tumbuhan.
Menurut Sunarno (2006) Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa atau serangga lain, ada beberapa ciri-ciri predator :
a)        Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya ( telur, larva, nimfa, pupa dan imago ).
b)        Predator membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsanya dengan cepat.
c)        Seekor predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya
d)       Predator membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri
e)        Kebanyakan predator bersifat karnifor
f)         Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya
g)        Dari segi perilaku makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh mangsanya, ada menusuk mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap cairanya tubuh mangsanya.
h)        Metamorfosis predator ada yang holometabola dan hemimetabola
i)          Predator ada yang monofag, oligofag dan polifag.

Menurut hasil  penelitian Sari (2014), salah satu predator dari belalang yaitu laba-laba. Interaksi belalang dan laba-laba bergantung pada kualitas makanan dan suhu. Laba-laba lebih efektif mengurangi populasi belalang pada saat suhu rendah. Perubahan suhu harian dapat mempengaruhi pola interaksi antara laba-laba dan belalang
4.        Dekomposer (organisme pengurai dan pembusuk)
Keberadaaan dekomposer akan menyediakan materi cadangan sebagai komponen-komponen bahan anorganik yang dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali oleh mahluk hidup lain. Organisme decomposer sendiri dalam memenuhi kebutuhan akan energi dan nutrisi memperoleh bahan-bahan organik dan anorganik dari mahluk hidup yang telah mati.
            Organisme dekomposer adalah “ organisme yang memperoleh energi untuk kehidupannya dan senyawa kimia anorganik yang berasal dari panguraian hewan  atau tumbuhan yang telah mati”. Proses dekomposisi berlangsung melalui proses pembusukan (terutama hewan yang mati) yang kemudian diikuti dengan proses penguraian menjadi bahan-abahan anorganik dan bahan-bahan lain melalui berbagai cara mekanis dan reaksi enzimatis.
Menurut Ellenberg dalam Kunarso (2011),Peranan bakteri heterotrofik berfungsi sangat vital sebagai dekomposer di lingkungan laut, dimana material–material organik akan diurai menjadi konstituen-konstituen yang lebih sederhana sebagai unsur hara yang essensial. Pada akhirnya unsur-unsur hara tersebut sebagai nutrien bagi organisme laut dalam jaringan makanan sesuai dengan tingkatan tropiknya. Sehingga pada akhirnya bakteri heterotrofik dapat merupakan komponen biotik sebagai penjaga keseimbangan ekosistem laut dan penyedia nutrisi bagi kehidupan organisme laut.





DAFTAR REFERENSI
Aprilia, Herlin. 2013. Struktur Komunitas Vertebrata dan Invertebrata Air pada Petak Sawah Organik di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika. Malang. Vol. 1, No. 4, 2013
Ernawati. 2008.  Ekologi Hewan. Makassar; Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar.
Kunarso, Djoko Hadi. 2011. The Study of Fertility Marine Ecosystem of Southeast Sulawesi Based on Bacteriological Aspect. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis  Jakarta. Vol. 3, No. 2, Hal. 32-47, Desember 2011
Sari, Ria Pravita. 2014. Efek Refugia Pada Populasi Herbivora di Sawah Padi Merah Organik Desa Sengguruh, Kepanjen, Malang. Jurnal Biotropika. Malang. Vol. 2, No. 1, 2014
Sunarno. 2006.  Pengendalian Hayati ( Biologi Control ) Sebagai Salah Satu Komponen Pengendalian Hama Terpadu (Pht). Karya Ilmiah. Halmahera.
Suzyanna. 2013. Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey. Journal of Scientific Modeling & Computation. Natural-A, Volume 1 No.1 – 2013. ISSN 2303-0135.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar